Bismillahirrahmanirrahim.
“Sesungguhnya Allah mencintai
orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (As-Saff, 61:4)
Setiap makhluk uniseluler hanya akan
mampu bertahan hidup, hanya berusaha untuk bertahan hidup. Namun setiap makhluk
multiseluler akan saling berintegrasi, bekerjasama, bukan hanya bertahan untuk
tetap hidup, tapi juga mampu berkarya lebih. Bukan sekedar berdiri untuk
dirinya sendiri, tapi memberi untuk setiap kanan dan kiri dari lingkungan
tempat ia berdiri.
Setiap Manusia bisa memilih untuk
sendiri, namun tentu saja, semasa hidupnya mungkin ia hanya akan dipusingkan
untuk memenuhi kebutuhan diri, bertahan untuk tetap mampu berdiri. Setiap
manusia juga dapat memilih untuk mengikuti fitrahnya sebagai makhluk sosial,
memilih untuk hidup bersama orang lain, berjama’ah untuk jatuh bangun melewati
kehidupan yang begitu terjal. Meskipun dia yang memilih sendiri bisa berlari
secepat mungkin hingga meninggalkan sekumpulan orang yang memilih jatuh bangun
bersama-sama, namun selalu ada sebuah titik yang tak pernah mampu di lewati
setiap orang yang berlari sendiri, lubang besar dimana ia terjebak sendiri
tanpa ada orang lain yang dapat membantunya, hingga sekumpulan orang yang
berjalan perlahan itu dengan perlahan tapi pasti, melewati seorang yang memilih
takdir hidupnya untuk berlari sendiri.
Kita memang dapat memilih untuk
menikmati indahnya Islam sendirian, berkhalwat dengan Allah setiap saat.
Kita memang dapat memilih untuk menegakkan Islam begitu kokoh pada hati kita
sendiri, mencintai Islam untuk kita seorang, lantas melangkah dan menatap jauh
ke depan bahwa ia akan melangkah ke surga suatu hari nanti. Sekilas sendirian
memang jauh lebih mudah, namun kita juga perlu tau bahwa bersama-sama akan jauh
lebih indah.
Bicara soal amal jama’i berarti kita
bicara soal memilih fitrah kita sebagai manusia, untuk hidup berkelompok,
bersama menutupi kelemahan, bergandengan merangkul kekuatan, untuk bersama
menuju sebuah tujuan. Sadarkah kita? Bahwa Surga tidaklah sesempit itu hingga
orang lain perlu menjatuhkan orang yang lain agar ia mendapatkan surganya
sendiri, setiap orang tidak perlu berlari meninggalkan yang lain agar kelak
hanya ia yang sampai kepada pintu surga. Pastikanlah kita ada dalam sebuah
lingkaran besar sebuah gelombang orang-orang shaleh yang sama-sama terus
bergerak menuju surga. Sekali lagi, sekilas sendirian memang jauh lebih mudah,
namun kita juga perlu tau bahwa bersama-sama akan jauh lebih indah.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى
الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ
قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ
السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ
مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu
’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti
sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya:
”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian
seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh
kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit
Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?”
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu
Dawud 3745)
Ketika kita sudah memilih untuk
bersama, ketika kita sudah memilih untuk beramai-ramai menempuh jalan-Nya dalam
sebuah barisan yang begitu panjangnya. Jangan pernah lupa bahwa kita tidak
hidup di negeri dongeng, atau di negeri cerita-cerita dunia maya, apalagi
cerita animasi yang mungkin masih rutin kita menyaksikannya. Kita tidak hidup di
dunia yang demikian, dimana disana yang baik akan selalu menang. Faktanya,
kejahatan yang terorganisir pasti akan mengalahkan kebaikan yang tidak
terorganisir. Faktanya barisan yang tidak teratur akan selalu luluh lantah akan
barisan yang rapi bagai bangunan yang kokoh. Bukankah tidak akan Allah ubah
keadaan suatu kaum sebelum kaum itu mengubah keadaannya sendiri?
Jika kita ibaratkan bahwa amal
jama’i kita adalah sebuah bangunan, dalam kondisi yang demikian, maka kita
hanyalah sebuah batu-batu bata yang tidak tersusun. Ketika kita sudah memilih
untuk bersama-sama, maka kita harus sadar bahwa bersama berarti bersabar.
Bersabar untuk saling membangun. Meskipun pada dasarnya kita akan berada pada
posisi yang berbeda-beda. Selayaknya bangunan, akan ada yang menjadi
pondasinya, akan ada yang menjadi temboknya, akan ada yang menjadi jendela dan
pintunya. Satu hal yang harus kita sadari adalah bahwa amal jama’i bukan hanya
mengerjakan sesuatu hal yang sama secara bersama-sama. Tapi lebih luas dari
itu. Selayaknya bangunan, setiap unsurnya memiliki satu tujuan yang sama, yakni
melindungi apa yang ada didalamnya.
Ketika kita harus menjadi
jendelanya, jadilah sebaik-baik jendela sehingga setiap keindahan dapat
terlihat, setiap cahaya dapat menjadi menerangi. Ketika kita harus menjadi
pintu, jadilah sebaik-baik pintu, sehingga setiap orang yang masuk ke dalam
rumah kita merasa tersambut karena pintu kita yang terbuka begitu lebarnya.
Dalam amal jama’i, kita harus dapat saling mengerti bahwa setiap kita memiliki
posisi yang berbeda-beda dalam satu tujuan bersama. Penting bagi kita untuk
saling menghargai dan saling mendukung, saling percaya namun juga dapat
dipercaya.
Semua butuh struktur layaknya sebuah
bangunan, itulah juga hakikat dari amal jama’i. Tidak semuanya dapat terlihat.
Tentu ada bagian terdalam yang selalu dapat membuat bangunan terluarnya kian
kuat. Setiap struktur membutuhkan fondasi yang begitu kuat sehingga bangunan
yang terbentuk kian kokoh. Dalam amal jama’i ini, mereka yang kian kokoh
berdiri diluar selalu membutuhkan pengokoh. Lingkaran-lingkaran fondasi yang
terus memberikan energi.
Terakhir, jika bicara amal jama’i,
memang agak panjang bahasannya. Yang jelas, ingatlah tentang apa yang ada di
hati, pastikan yang utama ialah Dia, Allah subhanahuwata’ala. Jadikan dia yang
utama apapun posisi kita dalam struktur kehidupan. Entah sebagai seorang
aktivis BEM, entah sebagai kader dari Lembaga Dakwah Kampus, ataupun punggawa
ilmu di UKM keilmuan. Utamakan islam dimanapun kita berada. (dakwatuna.com/hdn)