Senin, 27 Februari 2017

Bahagia itu Bernama Keluarga

dakwatuna.com
Keluarga adalah awal dari sebuah peradaban, yang akan mengantarkan kita menjadi seorang yang beriman, bersyukur dan bertambah kesyukuran sekaligus yang mengajarkan kita kesabaran dan kesholehan.

Keluarga akan mengantarkan kita dalam fase pembelajaran yang subhanalloh, semakin digali semakin diselami akan tambah terasa nikmatnya. Benar sudah dalam agama kita, bahwa menikah adalah menggenapkan separuh agama kita. Tak henti lidah ini bersyukur, bahwa dalam keluarga melahirkan banyak perubahan, kita mau pilih yang mana? kesholehan atau malah sebaliknya? Nauzubillahi min dzalik..

Keluarga, delapan kata yang melahirkan cinta, melambung tinggi, dan berulang-ulang, terbukti sudah bahwa menikah itu berkah yang menyenangkan dan menentramkan, sekalipun dengan orang yang baru kita kenal setelah akad nikah, subhanalloh.. menikah merubah hidup mu.. kebaikan atau kekufuran?pastinya kebaikan akan mendatangkan kebaikan, sehingga menikahlah, senantiasa banyak kebaikan yang akan muncul insyaallah..

Pertemuan ini menjadi suatu yang berarti jika kita maknai hanya karena Alloh, syair-syair cinta akan lahir karena kita meyakini bahwa suami adalah imam yang akan mengantarkan kita ke SyorgaNya.. insyaallah..
Pembinaan keluarga dimulai dari tujuan pernikahan, yaitu ketenangan dan kebahagiaan. “Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah ia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kamu yang berfikir.” (QS Ar Rum: 30: 21)

Keluarga itu awal mula kita membangun kebaikan, sehingga kebaikan terbesar adalah menjadikan Alloh yang nomor satu, sehingga akan tercipta sakinah mawaddah dan rahmah.. insyaallah.
Rasul SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan, dirimu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, dan keluargamu memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan. Maka tunaikanlah hak-hak masing-masing dari semua itu.” (HR. Bukhari).

Keluarga menjadikan tempat bagi kita untuk saling mengingatkan, qonaah, kesyukuran, menguatkan dalam keimanan, dan senantisa kita berbuat berlomba dalam kebaikan, dengan terus berharap dan khusyuk berdoa:

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqan 74). (dakwatuna.com/hdn)

Rabu, 22 Februari 2017

Urgensi Amal Jama’i Dalam Amanah Dakwah Kampus



Bismillahirrahmanirrahim.


Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (As-Saff, 61:4)
Setiap makhluk uniseluler hanya akan mampu bertahan hidup, hanya berusaha untuk bertahan hidup. Namun setiap makhluk multiseluler akan saling berintegrasi, bekerjasama, bukan hanya bertahan untuk tetap hidup, tapi juga mampu berkarya lebih. Bukan sekedar berdiri untuk dirinya sendiri, tapi memberi untuk setiap kanan dan kiri dari lingkungan tempat ia berdiri.

Setiap Manusia bisa memilih untuk sendiri, namun tentu saja, semasa hidupnya mungkin ia hanya akan dipusingkan untuk memenuhi kebutuhan diri, bertahan untuk tetap mampu berdiri. Setiap manusia juga dapat memilih untuk mengikuti fitrahnya sebagai makhluk sosial, memilih untuk hidup bersama orang lain, berjama’ah untuk jatuh bangun melewati kehidupan yang begitu terjal. Meskipun dia yang memilih sendiri bisa berlari secepat mungkin hingga meninggalkan sekumpulan orang yang memilih jatuh bangun bersama-sama, namun selalu ada sebuah titik yang tak pernah mampu di lewati setiap orang yang berlari sendiri, lubang besar dimana ia terjebak sendiri tanpa ada orang lain yang dapat membantunya, hingga sekumpulan orang yang berjalan perlahan itu dengan perlahan tapi pasti, melewati seorang yang memilih takdir hidupnya untuk berlari sendiri.
Kita memang dapat memilih untuk menikmati indahnya Islam sendirian, berkhalwat dengan Allah setiap saat. Kita memang dapat memilih untuk menegakkan Islam begitu kokoh pada hati kita sendiri, mencintai Islam untuk kita seorang, lantas melangkah dan menatap jauh ke depan bahwa ia akan melangkah ke surga suatu hari nanti. Sekilas sendirian memang jauh lebih mudah, namun kita juga perlu tau bahwa bersama-sama akan jauh lebih indah.

Bicara soal amal jama’i berarti kita bicara soal memilih fitrah kita sebagai manusia, untuk hidup berkelompok, bersama menutupi kelemahan, bergandengan merangkul kekuatan, untuk bersama menuju sebuah tujuan. Sadarkah kita? Bahwa Surga tidaklah sesempit itu hingga orang lain perlu menjatuhkan orang yang lain agar ia mendapatkan surganya sendiri, setiap orang tidak perlu berlari meninggalkan yang lain agar kelak hanya ia yang sampai kepada pintu surga. Pastikanlah kita ada dalam sebuah lingkaran besar sebuah gelombang orang-orang shaleh yang sama-sama terus bergerak menuju surga. Sekali lagi, sekilas sendirian memang jauh lebih mudah, namun kita juga perlu tau bahwa bersama-sama akan jauh lebih indah.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)

Ketika kita sudah memilih untuk bersama, ketika kita sudah memilih untuk beramai-ramai menempuh jalan-Nya dalam sebuah barisan yang begitu panjangnya. Jangan pernah lupa bahwa kita tidak hidup di negeri dongeng, atau di negeri cerita-cerita dunia maya, apalagi cerita animasi yang mungkin masih rutin kita menyaksikannya. Kita tidak hidup di dunia yang demikian, dimana disana yang baik akan selalu menang. Faktanya, kejahatan yang terorganisir pasti akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Faktanya barisan yang tidak teratur akan selalu luluh lantah akan barisan yang rapi bagai bangunan yang kokoh. Bukankah tidak akan Allah ubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu mengubah keadaannya sendiri?

Jika kita ibaratkan bahwa amal jama’i kita adalah sebuah bangunan, dalam kondisi yang demikian, maka kita hanyalah sebuah batu-batu bata yang tidak tersusun. Ketika kita sudah memilih untuk bersama-sama, maka kita harus sadar bahwa bersama berarti bersabar. Bersabar untuk saling membangun. Meskipun pada dasarnya kita akan berada pada posisi yang berbeda-beda. Selayaknya bangunan, akan ada yang menjadi pondasinya, akan ada yang menjadi temboknya, akan ada yang menjadi jendela dan pintunya. Satu hal yang harus kita sadari adalah bahwa amal jama’i bukan hanya mengerjakan sesuatu hal yang sama secara bersama-sama. Tapi lebih luas dari itu. Selayaknya bangunan, setiap unsurnya memiliki satu tujuan yang sama, yakni melindungi apa yang ada didalamnya.

Ketika kita harus menjadi jendelanya, jadilah sebaik-baik jendela sehingga setiap keindahan dapat terlihat, setiap cahaya dapat menjadi menerangi. Ketika kita harus menjadi pintu, jadilah sebaik-baik pintu, sehingga setiap orang yang masuk ke dalam rumah kita merasa tersambut karena pintu kita yang terbuka begitu lebarnya. Dalam amal jama’i, kita harus dapat saling mengerti bahwa setiap kita memiliki posisi yang berbeda-beda dalam satu tujuan bersama. Penting bagi kita untuk saling menghargai dan saling mendukung, saling percaya namun juga dapat dipercaya.

Semua butuh struktur layaknya sebuah bangunan, itulah juga hakikat dari amal jama’i. Tidak semuanya dapat terlihat. Tentu ada bagian terdalam yang selalu dapat membuat bangunan terluarnya kian kuat. Setiap struktur membutuhkan fondasi yang begitu kuat sehingga bangunan yang terbentuk kian kokoh. Dalam amal jama’i ini, mereka yang kian kokoh berdiri diluar selalu membutuhkan pengokoh. Lingkaran-lingkaran fondasi yang terus memberikan energi.

Terakhir, jika bicara amal jama’i, memang agak panjang bahasannya. Yang jelas, ingatlah tentang apa yang ada di hati, pastikan yang utama ialah Dia, Allah subhanahuwata’ala. Jadikan dia yang utama apapun posisi kita dalam struktur kehidupan. Entah sebagai seorang aktivis BEM, entah sebagai kader dari Lembaga Dakwah Kampus, ataupun punggawa ilmu di UKM keilmuan. Utamakan islam dimanapun kita berada. (dakwatuna.com/hdn)